Istilah ”kritik” (sastra)
berasal dari bahasa Yunani, yaitu krites—yang berarti ”hakim”. Krites
sendiri berasal dari kata krinein ”menghakimi”; kriterion yang
berarti ”dasar penghakiman”, dan kritikos yang berarti ”hakim
kesastraan”. Kritik sastra merupakan salah satu objek studi sastra (cabang ilmu
sastra) yang sifatnya melakukan analisis, penafsiran, dan penilaian terhadap
teks sastra sebagai karya seni. Abrams (Pradotokusumo, 2005: 57)
mendeskripsikan bahwa kritik sastra merupakan cabang ilmu sastra yang fokus
implementasinya berurusan dengan perihal perumusan, klasifikasi, penerangan,
dan penilaian terhadap karya sastra.
Pengertian
kritik sastra (sampai saat ini) tidaklah mutlak ketetapannya, karena sampai
saat ini—belum ada kesepakatan secara universal tentang pengertian sastra.
Namun, pada dasarnya kritik sastra merupakan kegiatan untuk mencari dan menentukan
nilai hakiki karya sastra melalui pemahaman dan penafsiran sistematik seorang kritikus
dalam bentuk teks tertulis. Sebelum memahami lebih jauh tentang pemaknaan
sebuah kritik sastra, maka alangkah baiknya seorang kritikus bisa memahami
tentang matrikulasi wilayah studi sastra berikut ini.
SEJARAH SASTRA
|
KRITIK SASTRA
|
TEORI SASTRA
|
|
”historisme”
(memosisikan diri, masuk ke dalam alam
pikiran dan sikap orang-orang dari zaman yang kita pelajari)
|
aplikasi/praktek
|
teoretis
|
Sifat
|
-
perkembangan
sastra
-
ciri-ciri
dari masing-masing perkembangan karya sastra
-
situasi
sosial masyarakat (ideologi per-zaman)
-
dll.
|
-
analisis
-
interpretasi
-
menilai
karya sastra.
-
perumusan
-
klasifikasi
-
penerangan
-
dll.
|
-
pengertian-pengertian
dasar tentang sastra
-
hakekat
sastra
-
prinsip-prinsip
sastra
-
latar
belakang sastra
-
jenis-jenis
sastra
-
susunan
dalam karya sastra
-
prinsip-prinsip
penilaian sastra.
|
Isi, Sasaran (Fokus)
|
Catatan: Teori Sastra+Kritik Sastra+Sejarah
Sastra—[bersifat “dialektis”]—teori dan
praktek saling
memengaruhi.
Ketiga
cabang ilmu sastra di atas pada dasarnya memiliki hubungan yang sangat erat dan
saling mengait. Sebagaimana teori sastra yang sudah ada pastinya membutuhkan
kerja sama dengan sejarah sastra. Sejarah sastra juga tidak bisa dipisahkan
dari teori dan kritik sastra, begitu pun dengan kritik sastra yang pada
dasarnya juga membutuhkan adanya teori dan sejarah sastra.
Apabila diperhatikan hal di atas, maka akan
diperoleh sebuah kesimpulan bahwa sebuah karya sastra tidak akan mampu
dipahami, dihayati, ditafsirkan, dan dinilai secara sempurna tanpa adanya intervensi
dari ketiga bidang ilmu sastra tersebut. Sebuah teori sastra tidak akan pernah
sempurna jika tidak dibantu oleh sejarah dan kritik sastra; begitu juga dengan
sejarah sastra yang tidak dapat dipaparkan—jika teori dan kritik sastra tidak
jelas; dan kritik sastra tidak akan mencapai sasaran apabila teori dan sejarah
sastra tidak dijadikan tumpuan.
Wellek dan Warren (1995: 39) menyatakan bahwa
tidak mungkin kita menyusun teori sastra tanpa kritik sastra atau sejarah
sastra. Begitu pun juga sejarah sastra tanpa kritik sastra dan teori sastra.
Teori sastra pada dasarnya hanya dapat disusun berdasarkan studi langsung
terhadap karya sastra.
Analisis
merupakan hal yang sangat penting dalam kritik sastra. Sebagaimana HB Jassin
dalam Ikhtisar Kritik Sastra menjelaskan bahwa studi kritik sastra
adalah studi tentang pertimbangan baik buruknya suatu hasil kesastraan dengan
memberi alasan-alasan mengenai isi dan bentuknya. Dengan demikian, kritik
sastra merupakan kegiatan penilaian yang ditunjukkan pada karya sastra atau
teks. Namun, melihat kenyataan bahwa setiap karya sastra adalah hasil karya
yang diciptakan pengarang, maka kritik sastra mencakup masalah hubungan sastra
dengan kemanusiaan. Sasaran utama kritik sastra adalah karya sastra (teks) dan
makna bagi kritikus tersebut—bukan pada pengarangnya. Seorang
kritikus sastra mengungkapkan pesan dalam satu bentuk verbal dengan bentuk
verbal yang lain, mencoba menemukan pengalaman estetis persepsi tentang
realitas yang hendak disampaikan oleh pengarang.
Aktivitas Kritik Sastra
Dari
pengertian kritik sastra di atas, terkandung secara jelas aktivitas kritik
sastra. Secara rinci. Aktivitas kritik sastra mencakup 3 (tiga) hal, yaitu menganalisis,
menafsirkan, dan menilai karya
sastra.
Analisis menguraikan unsur-unsur yang membangun
karya sastra dan menarik hubungan antar unsur-unsur tersebut. Sementara itu, menafsirkan
(interpretasi) dapat diartikan sebagai memperjelas/memperjernih maksud karya
sastra dengan cara:
- memusatkan interpretasi kepada ambiguitas, kias, atau kegelapan dalam karya sastra
- memperjelas makna karya sastra dengan jalan menjelaskan unsur-unsur dan jenis karya sastra.
Seorang kritikus yang baik tidak lantas terpukau
terhadap apa yang sedang dinikati atau dihayatinya, tetapi dengan kemampuan
rasionalnya seorang kritikus harus mampu membuat penafsiran-penafsiran sehingga
karya sastra itu tetap diakui secara utuh.
Jan van Luxemburg
dkk (Pradopokusumo, 2005: 58-59) membedakan enam jenis pokok penafsiran, sebagai
berikut.
- Penafsiran yang bertitik tolak dari pendapat bahwa teks sudah jelas
- Penafsiran yang berusaha untuk meyusun kembali arti historik
- Penafsiran heurmenetik, yaitu keahlian menginterpretasi karya sastra—yang berusaha memperpadukan masa lalu dan masa kini
- Tafsiran-tafsiran dengan sadar yang disusun dengan bertitik tolak pada pandangannya sendiri mengenai sastra
- Tafsiran-tafsiran yang bertitik pangkal pada suatu problematik tertentu—misalnya; permasalahan psikologi atau sosiologi
- Tafsiran yang tidak langsung berusaha agar secara memadai sebuah teks bisa diartikan. Pendekatan yang berkiblat pada pembaca disebut estetika-represif.
Jika teks yang bersangkutan tidak memunyai versi
yang berbeda, maka terlebih dahulu harus dilakukan penafsiran filologis. Adapun aktivitas
yang ketiga yaitu penilaian. Penilaian memunyai arti untuk menunjukkan nilai
karya sastra dengan bertitik tolak dari analisis dan penafsiran yang telah
dilakukan. Dalam hal ini, penilaian seorang kritikus sangat bergantung pada
aliran-aliran, jenis-jenis, dan dasar-dasar kritik sastra yang
dianut/dipakai/dipahami seorang kritikus.
Fungsi Kritik Sastra
Dalam mengritik karya
sastra, seorang kitikus tidaklah bertindak semaunya sendiri. Kritik harus
melalui proses penghayatan keindahan sebagaimana pengarang dalam melahirkan/menciptakan
karya sastranya. Karena kritik sastra sebagai kegiatan ilmiah yang mengikat
pembaca (kritikus) pada asas-asas keilmuan yang ditandai oleh adanya kerangka,
teori, wawasan, konsep, metode analisis, dan objek empiris.
Setidaknya, secara umum ada
beberapa manfaat kritik sastra yang perlu untuk kita ketahui, sebagaimana
berikut.
- Kritik sastra berfungsi bagi perkembangan sastra
Dalam mengritik, seeorang kritikus akan
menunjukkan hal-hal yang bernilai atau tidak bernilai dari suatu karya sastra.
Kritikus bisa jadi akan menunjukkan hal-hal yang baru dalam karya sastra,
hal-hal apa saja yang belum digarap oleh sastrawan. Dengan demikian, sastrawan
dapat belajar dari kritik sastra untuk lebih meningkatkan kecakapannya dan
memperluas cakrawala kreativitas, corak, dan kualitas karya sastranya. Jika
sastrawan-sastrawan mampu menghasilkan karya-karya yang baru, kreatif, dan
berbobot, maka dapat diyakini perkembangan sastra negara tersebut juga akan
meningkat pesat, baik secara kualitas maupun kuantitas. Dengan kata lain,
kritik yang dilakukan kritikus akan meningkatkan kualitas dan kreativitas sastrawan—yang
pada akhirnya akan meningkatkan perkembangan sastra itu sendiri.
- Kritik sastra berfungsi untuk penerangan bagi penikmat sastra
Dalam melakukan kritik, seorang kritikus akan
memberikan ulasan, komentar, menafsirkan kerumitan-kerumitan, kegelapan-kegelapan
makna dalam karya sastra yang dikritik. Dengan demikian, pembaca awam akan bisa
lebih mudah memahami karya sastra yang dikritik oleh kritikus.
Di sisi lain, ketika masyarakat sudah terbiasa
dengan apresiasi sastra, maka daya apresiasi masyarakat terhadap karya sastra
akan semakin baik. Masyarakat dapat memilih karya sastra yang bermutu tinggi
(karya sastra yang berisi nilai-nilai kehidupan, memperhalus moral, mempertajam
pikiran, kemanusiaan, kebenaran, dll.).
- Kritik sastra berfungsi bagi ilmu sastra itu sendiri
Analisis yang dulakukan kritikus dalam mengritik
harus didasarkan pada referensi-referensi dan teori-teori yang akurat (sesuai).
Tidak jarang pula, perkembangan teori sastra lebih lambat dibandingkan dengan
kemajuan proses kreatif pengarang. Untuk itu, dalam melakukan kritik, kritikus
seringkali harus meramu teori-teori baru. Teori-teori sastra baru yang seperti
inilah yang justru akan mengembangkan ilmu sastra itu sendiri, di mana seorang
pengarang akan dapat belajar melalui kritik sastra dalam memperluas
pandangannya—sehingga akan berdampak pada meningkatnya kualitas karya
sastra.
Fungsi kritik sastra di atas akan menjadi
kenyataan karena adanya tanggung jawab antara kritikus dan sastrawan serta
tanggung jawab dalam memanfaatkan kritik sastra tersebut. Dengan demikian,
tidak perlu diragukan bahwa adanya kritik yang kuat serta jujur di medan sastra
akan membawa pada meningkatnya kualitas karya sastra. Seorang sastrawan bisa
dipastikan akan memiliki perhitungan sebelum akhirnya dipublikasikannya karya
sastra tersebut. Oleh sebab itu, ketiadaan kritik pada medan sastra akan
membawa pada munculnya karya-karya sastra yang picisan.
Raminah Baribin (1993) menambahkan, bahwasanya
tidak semua kritik sastra dapat menjelaskan fungsinya. Oleh sebab itu, kritik
sastra harus memiliki tanggung jawab atas tugasnya serta mampu membuktikan
bahwa dengan adanya kritik yang dilakukan oleh kritikus mampu memberikan
sumbangan yang berharga terhadap pembinaan dan pengembangan sastra. Karenanya kritik
sastra berfungsi apabila:
- disusun atas dasar untuk meningkatkan dan membangun sastra
- melakukan kritik secara objektif, menggunakan pendekatan dan metode yang jelas, agar dapat dipertangungjawabkan
- mampu memperbaiki cara berpikir, cara hidup, dan cara bekerja sastrawan
- dapat menyesuaikan diri dengan ruang lingkup kebudayaan dan tata nilai yang berlaku, dan
- dapat membimbing pembaca untuk berpikir kritis dalam meningkatkan apresiasi sastra masyarakat.
Daftar Rujukan
Baribin, Raminah. 1993. Kritik dan Penilaian. Semarang: IKIP Semarang Press.
Pradotokusumo,
Partini Sardjono. 2005. Pengkajian
Sastra. Jakarta: Gramedia.
Wellek, Rene dan Austin Warren.
1995. Teori Kesusastraan. Jakarta: Gramedia.
ruang lingkup kritik sastra apa aja ya?
BalasHapus